22 September 2025     Novel   

Aku yang Lain - Bab 1 (preview)


Aku yang Lain - Bab 1 (preview)

BAB 1 - Sebuah Surat

Malam ini aku kacau. Dua butir pil penenang siap menemaniku untuk melalui kengerian tidur. Pasti kau heran, kenapa aku berkata kalau tidur itu mengerikan? Jawabannya mudah namun tak masuk akal, dan saat ini aku belum dapat memberitahumu. Mungkin nanti aku akan mengatakannya, atau mungkin saja kau akan tahu sendiri jawabannya. Aku tak bisa menebak. Yang pasti, sabtu malam ini akan sama dengan sabtu malam sebelumnya. Sangat mengerikan dan sangat mencekam.

Aku tahu kalau ini terdengar gila dan tidak bisa diterima akal sehat. Mana ada seseorang yang di tiap Sabtu malamnya merasa takut dan tak berdaya? Tapi jika kau jadi aku, kurasa kau akan menelan pil-pil itu sekaligus. Pernah beberapa kali aku terpikirkan cara itu. Tapi lucunya, saat aku mencoba mengakhiri hidupku, semua yang kulakukan itu seakan tak berguna. Aku seperti dipermainkan!

Sebenarnya aku ingin mati saja. Toh tidak akan ada seorang pun yang merindukan aku. Namun jauh di dasar hati kecilku selalu berkata kalau aku tak ingin mati. Bukan karena setiap percobaan bunuh diriku yang selalu gagal itu. Bukan. Melainkan, aku merasa masih ada hal yang harus kulakukan terlebih dahulu. Tapi apa? Apa yang harus aku lakukan? Mengingat malam Minggu saja tubuh ini langsung kaku dan merinding rasanya. Tak ada satu hal pun selain menelan pil tidur ini yang hanya bisa kulakukan. Hidupku sudah kacau, sangat-sangat kacau...

Tanganku bergetar saat menulis ini. Aku tahu mungkin tak ada orang yang akan membacanya. Tapi biarlah. Aku tetap akan menuliskan kisahku. Kisah yang sangat kejam, yang bahkan memikirkannya saja jantungku tidak kuat rasanya. Kisah yang akan membuat siapa saja yang membacanya akan takut dan juga heran. Kisah mengerikan yang kualami dengan mata kepalaku sendiri. Tapi bukan aku yang melakukannya—sumpah, bukan aku!

Sebelumnya...

Deru angin berembus pelan mengikuti pergerakan sebuah jarum jam. Detik demi detik, menusuk keras ke dalam pikiran melalui indera pendengar. Aku tersentak, terjaga dari mimpi buruk yang telah cukup lama menghantui. Hari demi hari, malam demi malam, sederet mimpi itu tergiang begitu jelas. Awalnya, mimpi yang kualami hanya sekadar mimpi buruk biasa. Ruangan gelap, hutan angker nan lebat, hingga tersesat di pulau kecil antah berantah, semuanya sudah jadi santapan biasa bagiku. Namun semua berubah pada satu malam itu. Mimpi buruk yang biasanya itu berubah jadi makin kelam. Darah bercecer di mana-mana, teriakan terngiang tak henti-hentinya. Bagaikan kamuflase dari beragam cerita mulut ke mulut yang teraduk menjadi satu. Kebencian, kesengsaraan, kemurkaan, kini jadi peneman tidurku yang baru.

Bagaimana ia datang? Kapan ia akan menghilang? aku tak pernah bisa mengetahuinya. Mimpi itu tak sanggup lagi dicerna dengan akal sehat. Semakin hari semakin kelam dan sangat mengerikan. Semua jadi terasa nyata untuk dapat diakui sebagai sebuah ilusi alam bawah sadar. Hingga akhirnya, mimpi itu mencapai puncak tertinggi esensinya. Itu terjadi setelah kemunculan "dia" yang menjajal tubuh ini saat aku mulai tertidur.

Aku duduk menundukkan kepala. Merenung. Nasib sial yang menimpaku sekeras ini rasanya sungguh tak masuk akal. Sosok yang menjajal tubuh ini sudah kelewat batas. Dia dengan mudahnya mencabut nyawa orang tak berdosa. Sosok itu adalah monster—dia iblis yang sebenarnya! Kini aku mengangkat kedua lututku, meringkuk. Dua tanganku memegang erat kepala. Tubuh ini bergetar bukan main. Depresi, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan kondisiku saat ini. Sudah banyak orang tak berdosa yang menjadi korban kekejaman sosok itu, dan semua korbannya adalah perempuan! Aku tak pernah mengenal perempuan-perempuan itu, bahkan secara daring sekali pun. Dan yang paling membekas dan masih terbayang adalah saat dia merenggut nyawa untuk yang pertama kalinya. Sampai sekarang pun aku masih teringat jelas wajah gadis malang itu. Firasatku sampai sekarang masih berkata kalau korban pertama itu adalah sebuah kesialan. Mungkin sebentar lagi akan ada karma buruk yang menimpaku.

Tiba-tiba aku tertegun saat terbayang akan karma buruk itu. Apakah aku yang tidak tahu-menahu soal kekejaman ini akan tambah menderita dibuatnya? Getaran tubuh ini makin kentara. Kali ini aku tak lagi meringkuk, hanya duduk biasa. Jam waker di sampingku menggambarkan pukul tiga dini hari. Entah kenapa, rasa syok ini selalu saja membuatku dehidrasi. Aku memaksakan tubuhku untuk beranjak bangun. Dengan lemas kuturunilah tangga menuju dapur, lalu menghabiskan segelas air putih. Setelah itu aku pun duduk di sofa. Menghidupkan televisi untuk sekadar melamun lagi, bukan menontonnya. Lamunanku itu bertahan hingga matahari merangkak naik.

Hal yang membuatku takut di saat mata tak lagi sanggup terbuka, di saat otak tak dapat lagi berpikir, saat kuingin menyudahi hari ini untuk menyambut hari yang baru, adalah sosok biadab itu. Dia selalu saja membuatku resah, membuatku gelisah dan hilang arah. Sosok yang telah melakukan tindakan keji itu takkan dapat kuterima walau sampai kapan pun. Perbuatan kotor yang terekam jelas melalui yang awalnya—kukira—hanya ilusi itu sudah tak dapat terampuni. Begitu kelam dan nista, hingga nyawa pun menjadi tak berharga. Sosok penjajal tubuhku masih menjadi misteri hingga sekarang. Fenomena yang berawal dari mimpi-mimpi buruk itu, tak kusangka dapat menjelma jadi kenyataan yang amat pahit. Aku memutuskan, walau jiwa ini depresi, akan kucari tahu kebenaran dari semua yang menimpaku hingga ke akar-akarnya sekali pun. Itu adalah tekadku mulai detik ini.

Namun sebelum itu, akan kuceritakan dahulu awal kisahku. Kisah yang penuh dengan teka-teki kompleks nan rumit. Kisah yang tak lepas dari dilema dan hal-hal mistis yang mengikutinya. Awal pertemuanku dengan sosok misterius, keji, dan menyeramkan itu. Rangkaian kejadian aneh dan unik yang kerap membumbui sepak terjangku. Para perempuan tak berdosa yang menjadi korban kekejaman sosok parasit yang menempel padaku. Ya, parasit. Kata itu memang sangat tepat menggambarkan iblis biadab berdarah dingin itu. Kisah ini tampaknya akan menjadi kisah yang sangat amat panjang dan berliku. Di dalamnya kerap terdapat sebuah rahasia, yang jika terpaksa sekalipun, tak akan mau kubocorkan di sini sekarang!

Kisah ini bermula pada suatu malam yang mendung dan mencekam, di bulan Juli yang lalu. Aku hanyalah seorang penulis lepas, yang kerjanya "menjual" tulisan berbau mistis pada berbagai majalah misteri lokal. Namun akhir-akhir ini aku tak mendapatkan kontrak menulis sama sekali. Sampai-sampai untuk membeli keperluan pokok saja sangat susah rasanya. Malam ini aku tak bisa tidur, beban finansial yang kubendung sudah mencapai batasnya. Ditemani secangkir kopi terakhir yang kumiliki, aku duduk setengah berbaring di sofa hitam.

Habis. Aku mengerang kesal setelah meneguk tetesan kopi terakhirku. Rasanya ingin kulempar saja cangkir di tanganku ini. Baru saja aku meletakkan cangkirnya ke atas meja, sekelebat kulihat ada bayangan yang melintas. Bayangan itu sangat cepat, mungkin lebih cepat dari cahaya. Refleks aku berdiri. Walaupun takut, aku mencoba untuk tetap waspada. Mataku melirik sekeliling ruangan untuk mencari keberadaannya, juga benda apa saja yang bisa kujadikan alat pelindung diri. Tapi belum sempat kutemukan yang kucari, bayangan itu sudah berada di belakangku—aku bisa tahu karena hawa keberadaannya kali ini begitu terasa. Seketika tubuhku bergidik, ngeri rasanya. Dengan paksa, aku menoleh ke belakang. Pelan. Bayangan itu berdiri tak sampai satu langkah di depanku. Syok, aku mundur membanting tubuh, membuat seisi meja jatuh tak keruan. Kuperhatikan lagi sosok itu. Tapi anehnya, bukan bayangan yang ada di sana, melainkan seseorang yang tak kukenal.

"Sudah lama aku mengamatimu, Manusia," katanya dengan suara datar namun serak.

Aku tak menjawabnya.

"Kau ingin hidupmu senang, bukan?"

Tanpa sadar, ragu-ragu aku mengangguk.

"Buatlah kontrak denganku!" Nada suaranya menggema seperti sambaran petir.

Sontak aku tersentak, tak yakin telah mengiyakan seruannya. Namun seketika itu juga lelaki di depanku seperti tersedot masuk ke dalam tubuh ini, membuat pandangan perlahan memburam hingga akhirnya menjadi gelap.[]



  Adnan Fadhil     Dibaca 45 Kali

Kategori Blog